Homoseksualitas Di Ranah Islam | OurVoice
Ourvoice.or.id- Dalam memandang seksualitas jangan menggunakan logika berpikir fiqh yang berujung pada keputusan halal, haram, mubah, makruh, sunah. Begitu saran Muhammad Guntur Romli dalam acara Kuliah Umum Sejarah Seksualitas Dalam Agama Islam, Minggu 5 Mei 2013 di Our Voice. Karena menurut Guntur, fiqh adalah soal tradisi, soal norma dalam Islam yang berlaku individual dan fiqh merupakan bagian kecil dari peradaban Islam, masih ada tafsir dan Ulumumul Qur’an yang masuk dalam rumpun keislaman, ada rumpun filsafat, ada rumpun bahasa dan lainnya.
Di kuliah umum ini pula Guntur meng-kritik penelitian jender di Indonesia yang masih berpikiran heteronormatif dan semangatnya adalah proyek negara. Dampaknya adalah seks yang dikampanyekan adalah seks yang sifatnya prokreasi, hanya untuk meneruskan keturunan, bukan rekreasi atau untuk kenikmatan. Padahal dalam Al-Qur’an, seks luntuk kenikmatan lebih banyak dibicarakan dalam Al-Qur’an. Sehingga tentu saja perilaku seks yang ‘halal’ adalah heteroseksual dan bukan homoseksual.
Wacana homoseksual dalam Islam memang dianggap haram. Hal ini selalu didasarkan pada kisah Nabi Luth dalam Al-Qur’an,”Menurut Imam Al-Ghazali ayat-ayat kisah tidak bisa dijadikan dasar hukum, ayat-ayat kisah haruslah diambil cerminan moral atau pesan-pesan etiknya” kata Guntur. Lalu Guntur pun menganalogikannya dengan kisah Malin Kundang yang dilaknat oleh sang ibu menjadi batu,“Apakah benar Malin Kundang menjadi batu? Atau pesan etiknya adalah anak tidak boleh durhaka kepada orang tuanya?” ujarnya lagi.
Al-Qur’an memang berbicara melalui penafsir, sehingga dalam memahami kisah Nabi Luth harus disesuaikan dengan konteksnya dan tidak bisa dibaca secara harfiah, secara literal. Kemudian Guntur pun mempertanyakan mengapa orang hanya fokus dengan syahwatnya saja. Kaum Nabi Luth terkenal sering berbuat keonaran, melakukan kekerasan seksual, tidak menghormati tamu,“Jangan-jangan penafsir sudah punya bias, sudah berpikir homophobik” kata Guntur. Setelah itu, Guntur pun menjabarkan bahwa hadis-hadis yang selalu dijadikan dalil untuk menghukum homoseksual adalah hadis-hadis yang lemah bahkan palsu. Kesimpulannya, masih ada bias heteronormatif dalam pemikiran Islam saat ini ketika melihat isu homoseksualitas. (Gusti Bayu)
Makalah lengkap dapat didownload disini