Lady Gaga Menggugat The Panas Dalam

Pasti, The Panas Dalam tahu Lady Gaga. Sebaliknya, belum tentu. Keduanya menuai kecaman lirik lagu. Bagi yang belum tahu, berikut saya paparkan latar-belakang persoalannya:

Lady Gaga

Ia mencak-mencak kala radio-radio Malaysia mengebiri lagu Born This Way. Liriknya sengaja dihapus bagian chorus: No matter gay, straight or bi, lesbian, transgendered life/I’m on the right track, baby. Tak ayal, ia berang dan menyerukan penggemarnya,”Seluruh remaja di Malaysia yang menginginkan kata-kata itu untuk diputar di radio, itu adalah tugas kalian dan kewajiban kalian sebagai kaum muda untuk didengar, lakukan apa yang harus kalian lakukan untuk dibebaskan dari kekangan masyarakat kalian.” (detik.com, 24/03/2011)

Memang, secara eksplisit lagu itu pro LGBT. Bahkan, Sir Elton John menyebutnya The New Gay Anthem. Dan tentang sikap radio Malaysia itu—tak jelas siapa pengambil keputusan atau aktor penggeraknya—bagi saya, aneh sekaligus heran. Aneh, karena video Paparazi, Love Game, Telephone, yang menampilkan adegan lesbian secara blak-blakan, lolos sensor. Tidak masuk akal kalau konsumsi mata dan telinga dibedakan. Heran, karena Malaysia masih gentar bahasa. Satu kalimat pendek, dengan diksi keragaman seksual, menjadi hantu menakutkan, hingga paranoid. Biasalah, alasan moral jadi pembenar. Saking takutnya, langsung potong saja. Tentu, empunya lagu geram,”Grow up, Guys!”

The Panas Dalam

Buka Youtube. Ketik The Panas Dalam. Cari lagu Cita-citaku dan Bencong Terkutuk. Dengar, cermati video dan liriknya. Pasti sepakat dengan pendapat saya: sangat homophobia. Itu pula yang bikin gusar jaringan LGBT di Indonesia. Biar punya gambaran, saya kutipkan lirik Cita-citaku: Cita-citaku ingin jadi lesbian/Mana mungkin aku hanya lelaki/Oh, Ibu, jangan paksa aku/Aku tak sudi menjadi homoseks/ Lirik Bencong Terkutuk lebih gila lagi: Ya Allah, lindungilah kami, dari bencong terkutuk/Ya bencong, lindungilah kami, dari Jono terkutuk/Ya Jono, lindungilah kami, dari kopral terkutuk/Ya kopral, lindungilah kami, dari saling mengutuk.

Band yang terbentuk 18 Agustus 1995, di Fakultas Seni Rupa dan Desain – Institut Teknologi Bandung (FSRD – ITB) itu, sebetulnya tak terdengar sama sekali di Surabaya. Gara-gara temuan di Youtube, jadi diskusi panjang di GAYa NUSANTARA. Bagaimana ini? Lalu dilempar ke Facebook, milis, forum, bikin diskusi kian panas. Sudah bisa ditebak, banyak yang melayangkan protes, menyayangkan lirik lagu, yang jelas-jelas menghina. Saya benci video Bencong Terkutuk: waria digepuki empat pemuda karena dianggap jadi pengganggu.

Lady Gaga atau The Panas Dalam?

Sengaja, saya pilih judul di atas, sebab cermin perkara seksualitas. Faktanya, ada tiga golongan manusia yang menyikapi dengan cara berbeda. Pertama, golongan Lady Gaga. Ini kelompok tercerahkan, berpikiran merdeka, yang melihat seksualitas seperti pelangi, warna-warni. Jenis manusianya, ya seperti Dede Oetomo, Hartoyo, Musdah Mulia, Guntur Romli, Soe Tjen Marching, Ayu Utami, tentu Antok Serean, serta pengikutnya. Golongan kedua, The Panas Dalam. Ini kelompok terbelakang, yang biasa melihat dengan kacamata kuda. Ilmu yang dipakai “pokoknya”. Pokoknya harus begini, tidak boleh begitu; pokoknya harus seperti ini, tidak boleh seperti itu. Sering kebakaran jenggot kalau kena kritik. Sayangnya, kelompok ini kerap di atas angin di negeri tercinta, Indonesia. Jenis manusianya, ya rombongan FPI, HTI, MUI, serta pengikutnya. Ketiga, golongan orkes dangdut. Tak ambil peduli, asal perut terisi. Jenis manusianya, ya yang cuma nonton peserta ILGA dikepung FUI persis film televisi, melihat berita penembakan waria di Taman Lawang sambil menikmati martabak, cengar-cengir di warung kopi membaca koran tentang homo jual badan demi mulut tersumpal makan. Tentu, golongan Lady Gaga dan golongan The Panas Dalam yang terus baku hantam. Golongan orkes dangdut tak usah dibahas di sini. Mungkin sedang sibuk masturbasi.

Pertanyaannya, kenapa tercipta jenis-jenis manusia seperti di atas? Menurut saya, ini terkait memori kolektif manusia. Otak manusia menyerap ilmu pengetahuan, lalu menerapkan dalam kehidupan. Sumbernya macam-macam: agama, sejarah, sosial, budaya, politik, ekonomi dll. Pertanyaan lebih dalam, kenapa The Panas Dalam menghujat Bencong Terkutuk? Bukan Ustadz Terkutuk atau DPR Terkutuk? Tentu, memori kolektif yang mencuat adalah yang terkutuk itu bencong, tak mungkin ustadz atau DPR. Dan golongan Lady Gaga melakukan gugatan atas ini. Bahwa memori kolektif tentang heteronormatif itu salah, faktanya keragaman seksual ada di mana-mana. Pun dengan bukti-bukti sahih di sektor HAM, kesehatan, sejarah peradaban dll—detailnya saya ceritakan lain kali, space tak cukup—. Tanpa perlu digugat pun, hidup dengan caranya sendiri memecah kebekuan yang diagung-agungkan itu: DPR ketahuan nonton bokep, ustadz poligami lalu kawin-cerai dll.

Nah, silakan pilih sendiri, ikut Lady Gaga, The Panas Dalam, atau orkes dangdut?

Plemahan Surabaya, 08.05.2011, 10:46 PM

Oleh : Antok Serean

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *