Aktivis LGBT dan Ulama, Kecam Pembantaian “Anak Emo” dan Gay di Irak
Baghdad – Kabar pembantaian puluhan anak emo dan gay di Irak yang mencuat beberapa hari lalu langsung mendapat respon dari berbagai pihak, seperti kedutaan besar AS di Baghdad dan salah satu kelompok aktivis gay dunia, Gays Without Borders.
Seperti dilaporkan PinkNews.co.uk, media online gay terbesar di Eropa, kelompok aktivis gay kini sedang mengorganisir aksi unjuk rasa di distrik Castro, San Francisco pada hari Rabu (14/3) ini. Tujuannya tak lain adalah untuk menggalang aksi solidaritas warga Amerika Serikat atas pembantaian anak-anak emo dan gay di Irak.
Spanduk bertuliskan, “Iraq: Stop killing gays” dan sebuah rekaman yang menampilkan foto-foto korban yang diambil ketika masih hidup dan setelah mereka tewas, disertai potongan-potongan berita yang mereka tempelkan di sepanjang dinding kantor Bank of America di distrik Castro, menjadi senjata mereka dalam menggalang dukungan.
Melanie Nathan, salah seorang pengunjuk rasa yang mengorganisir jalannya aksi tersebut mengatakan bahwa pihaknya tidak akan pernah mentolerir pembantaiaan komunitasnya di Irak.
“Kami tidak akan mentolerir pembantaian yang saat ini sedang berlangsung kepada kelompok kami di Irak. Pastinya setelah (era) Saddam Hussein, semua orang Irak memiliki hak untuk mengharapkan semua bentuk pemusnahan atas suatu kelompok adalah sesuatu yang sudah berlalu,” ungkapnya kepada PinkNews.
“Bangun Amerika, saya rasa ada setidaknya beberapa hal (solusi) atas perang yang mengerikan itu,” tambahnya lagi.
Selain aksi unjuk rasa, para aktivis juga dikabarkan menerima sebuah surat dari kedutaan Amerika Serikat di Baghdad yang menyatakan bahwa, ”Kedutaan mendukung aksi kalian tentang penyerangan akhir-akhir ini di Irak terkait individu-individu yang diidentifikasi sebagai gay atau bagian dari kultur ‘emo’”.
“Ketika banyak LSM setempat di Irak membawa isu ini pertama kali untuk menarik perhatian, kami segera menyampaikan keprihatinan kepada pemerintah Irak untuk segera menuntaskan tindak kekerasan ini,” tegas surat itu.
Pihak kedutaan juga menyatakan akan ada tindakan advokasi dan usaha-usaha diplomasi, mereka akan terus mengingatkan pemerintah Irak untuk mengutuk serangan atas kelompok gay tersebut dan mencegah terulangnya kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan itu terjadi kembali.
Tak hanya dari para aktivis dan kedutaan AS setempat, kecaman lainnya juga datang dari ulama berpengaruh Syiah lainnya, Abdul Raheem al-Rikabi yang justru mengutuk peristiwa perajaman dan penembakan tersebut.
Kepada Reuters, al Rikabi mengimbau agar peristiwa pembantaian itu segera dihentikan, menurutnya peristiwa itu sama saja dengan “penyerangan teroris”. “Fenomena yang menyebar di kalangan anak muda seharusnya ditangani melalui jalan dialog dan dengan langkah damai, bukan dengan kekerasan fisik,” ungkapnya.
Hal ini jelas bertentangan dengan komentar ulama berpengaruh Syiah lainnya, Moqtada al-Sadr yang sebelumnya mencap anak-anak emo sebagai sebuah “gila dan bodoh”. Menurutnya, pemuda-pemuda emo harus ditangani oleh hukum setempat.
Sabtu (10/3) lalu, menurut sumber yang sama, sebuah selebaran beredar di Baghdad bagian timur mencantumkan 24 nama target dari anak-anak emo yang hendak dieksekusi mati jika tidak mengubah cara berpenampilan mereka.
“Kami peringatkan dengan keras, kepada seluruh pria dan wanita cabul, jika kalian tidak meninggalkan perilaku kotor ini dalam empat hari, maka hukuman dari Tuhan akan turun kepada kalian melalui tangan para Mujahidin,” jelas tulisan pada selebaran tersebut.
Selebaran lainnya yang mencantunkan dua puluh target eksekusi mati juga menyebar di Sadr City. Selebaran tersebut berbunyi, “Kami adalah para brigadir yang marah. Kami memperingatkan kalian, jika kalian tidak kembali bersih dan ke jalan yang benar, maka kalian akan dibunuh.”(RS/RS)
sumber : http://rollingstone.co.id