Diskusi Film: Ketika Drama Musikal Berdialog Dengan Tafsir Konservatif
Ourvoice.or.id- The Big Gay Musical adalah film yang berusaha berdialog dengan tafsir konservatif atas gay. Diceritakan dalam fim ini, Paul (Daniel Robinson) dan Eddie (Joey Dudding), dua orang aktor yang bermain dalam pertunjukkan teater Adam dan Steve-Begitulah Tuhan Menciptakan Mereka, sebuah pertunjukkan yang memparodikan kisah Adam dan Hawa, masalah muncul ketika orang tua Eddie ingin datang ke pertunjukan itu sementara kedua orang tua Eddi sangat relijius. Eddi pun harus berkutat pada konflik batin, bayang bayang akan dibenci kedua orang tua pun menghantuinya. Di lain pihak, Paul yang sudah menerima jati diri sebagai gay, harus berkutat pada pencarian akan makna cinta sejati, orang yang sedang dekat dengannya tiba tiba saja hilang karena Paul difitnah mengidap HIV positif, kehilangan orang yang Paul suka membuat dia melampiaskannya dengan menjadi “murah” dan melakukan berbagai cara dalam mencari teman kencan,”Aku hanya ingin dicintai” begitu kata Paul dalam film ini.
Setidaknya ada tiga isu besar dalam film The Big Gay Musical, yang pertama masalah tentang homoseksualitas terkait dengan agama, film ini memberikan alternatif penafsiran akan homoseksualitas dalam agama. Kedua masalah jaminan kesehatan, film ini mencoba untuk mengampanyekan penanggulangan HIV, “Jangan pernah berhubungan seks tidak aman” kata Paul dengan tegas kepada Eddie ketika dia tahu Eddie berhubungan seks tidak pakai kondom. Kemudian masalah masa depan relasi homoseksual, apakah hanya untuk seks semata atau ingin hidup bersama selamanya, itulah pergulatan yang ditampilkan dalam film ini.
Sabtu, 20 April 2013 Our Voice mengadakan nonton bareng Film ini, The Big Gay Musical, bertempat di sekretariat Our Voice, Jakarta Selatan. Setelah nonton, seperti biasa diadakan diskusi kecil tentang film dengan peserta nonton bareng,”Pacakging-nya bagus, pesan pesannya luar biasa dapet”, kata Arif, peserta nonton bareng kali ini. Kemudian, film ini pun dapat kritik dari salah satu peserta,”Film ini bagus untuk advokasi untuk teman teman yang masih merasa bersalah, tapi di awal seperti terlalu menyalahkan perempuan” kata Inno. Diskusi pun berlanjut pada masalah HIV yang ditampilkan tidak begitu komprehensif, “dalam film ini seakan akan hanya hubungan sejenis saja yang mungkin tertular HIV, bagaimana dengan pengguna jarum suntik?’ ujar salah satu peserta.
Terlepas dari segala kritik film ini memang layak ditonton untuk melepas penat sejenak, “Film ini bagus, dari lirik lagunya bagus, sampai sampai Saya membuat status di Facebook, film ini Gue banget” ungkap Adjie, peserta nonton bareng. (Gusti Bayu)