Diskriminasi Itu Berbasis HIV,GAY Dan Pindah Agama
Jakarta.Ourvoice.or.id – Hari ini temanku pergi untuk selamanya. Ia Gay dan dia positif HIV. Tentu dia meninggal bukan karena gay dan status HIV-nya. Dia meninggal karena penyakit yang disebabkan lemahnya kekebalan tubuh karena virus HIV.
Bagaimana virus HIV “bersarang” ditubuh temanku tentu bisa beragam, karena praktek sex yang tidak aman, jarum suntik yang tidak steril atau karena resiko lainnya. Prinsipnya baik temanku (Gay) maupun Anda yang hetero tetap mempunyai resiko yang sama terinfeksi HIV.
Saat dia masuk rumah sakit swasta di Jakarta, dia mengabari aku dan bercerita status HIV-nya. Itulah saat pertama kali dia mengetahui status HIV-nya. Aku berpikir bahwa dirinya akan shock menerima status HIV nya, tetapi ternyata dia menerima dengan baik. Karena ada banyak orang yang baru mengetahui status HIV terasa “kiamat”, tetapi tidak buat temanku yang satu ini. Yang menjadi masalah bagi dirinya pihak asuransi tidak mau mengklaim biaya rumah sakitnya karena status HIV. Sementara saat itu dia ditempatkan dalam ruang isolasi yang per malamnya harusbayar sekitar 700 ribu. Itulah yang diungkapkan ketika saya menjenguknya. Memang hampir semua asuransi di Indonesia menolak HIV untuk ditanggung.
Dia meminta bantuanku bagaimana bisa keluar dari rumah sakit itu, agar tidak semakin besar biayanya. Aku berusaha melobby pihak rumah sakit, melobby pihak kementerian kesehatan, komisi penanggulangan AIDS Nasional, Komnas HAM dan beberapa teman aktivis AIDS. Usaha itu sedikit “berhasil” untuk temanku keluar dari rumah sakit, walau kondisi kesehatannya belum sehat sepenuhnya. Sedangkan dia sendiri meminta bantuan dana dari teman-temannya, terkumpul dana sebesar 14 juta. Total biaya rumah sakit 23 juta.
Aku sempat diskusikan kepada temanku untuk meminta bantuan pihak keluarganya, tetapi dia menyatakan akan sulit. Menurutnya keluarganya sudah “membuang ” dirinya saat memutuskan pindah agama (dari Islam ke Kristen) dan terbuka sebagai gay. Temanku seorang gay yang sudah terbuka kepada keluarga dan juga memutuskan untuk pindah agama. Bagi umat beragama di Indonesia tentunya sebuah pilihan yang bermasalah besar.
Kalau dilihat dari photo di facebook dan ceritanya, dia memang seorang Krisiani yang “taat” dan aktif beribadah. Tapi dia sendiri sepertinya tidak terbuka dikalangan teman-teman se-iman tentang identitas sebagai gay. Apalagi status HIV nya. Mungkin dia tidak mau punya masalah lagi di komunitas agama barunya itu.
Saya pernah sarankan untuk meminta bantuan dengan pihak kantor, tetapi dia menolaknya. Menurutnya dia tidak mau kehilangan pekerjaan kalau pihak kantor tahu status HIV-nya. Tentu kita bisa bayangkan bagaimana temanku harus “berjuang keras” untuk itu semua. Ada identitas gay, status HIV dan pindah agama yang melekat pada dirinya. Yang masing-masing punya bentuk dan khasnya sendiri terhadap diskriminasi.
Setelah keluar dari rumah sakit, dia tinggal sendirian tinggal di rumah kontrakan di kawasan Jakarta Timur. Beberapa kali saya mengantarkan check up di Rumah Sakit, Puskesmas dan mencoba mencarikan pihak yang bisa mendampingi dirinya. Tetapi hasilnya tidak sesuai harapan, minimal itu beberapa kali yang dia sampaikan kepadaku.
Kondisinya makin hari makin drop, tidak ada dukungan yang berarti dari orang-orang terdekat seperti keluarga. Padahal ada banyak orang terifeksi HIV selamat dan sehat kembali atas dukungan dan support total dari keluarga. Status “barunya” sebagai gay,pindah agama dan HIV akan menjadi lain ceritanya.
Terakhir, hari Selasa (16 Oktober 2012) dia BBM aku kalau dirinya masuk ke Rumah Sakit Polri (RSPI). Aku berpikir ini mungkin yang terbaik, dirinya dirawat di rumah sakit. Tapi aku sendiri mengetahui bahwa dirinya kesulitan keuangan. Dan mungkin dia tidak tahu harus mencari kemana lagi. Walau dia tidak pernah cerita soal itu secara detail kepadaku. Mungkin karena aku belum lama mengenalnya. Aku pertama ketemu saat dirinya ikut hadir di Komnas HAM melakukan advokasi acara Indonesia Idol.
Pagi ini, saat bangun tidur, Minggu (21/10/2012) aku menerima pesan via BBM dari beberapa teman aktivis, bahwa temanku telah meninggal di RSPI. Pagi ini sekitar pukul 04.30 telah diberangkatkan ke rumah orang tua angkatnya di Jawa Tengah. Jenazah temanku tidak dipulangkan ke Sumatera Utara, dimana orang tua kandungnya menetap. Tentu aku tahu alasannya.
Selamat jalan sahabat. Maafkan aku dan bangsa ini karena tidak bisa maksimal membantumu. Semoga Tuhan Yesus dan Allah SWT memberkatimu. Dua nama Tuhan yang pernah memberikan damai buat dirimu. Damai disisiNYA. Amien. (Hartoyo)