Komunitas Gay Protes Pernyataan Khofifah Indar Parawansa
Komunitas Lesbian, Gay, Transgender dan Biseksual Indoensia memprotes pernyataan Pimpinan Pusat Muslimat Nahdhatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa mengenai Rancangan Undang-undang kesetaraan gender, yang dianggap mendiskreditkan kaumnya.
“Tidak apa-apa kalau Khofifah berpendapat bahwa homoseksualisme itu dosa, mungkin memang itu keyakinannya, tetapi sebagai seorang figur publik mestinya dia lebih hati-hati dalam membuat pernyataan,” ujar Hartoyo, sekretaris jenderal Ourvoice, Lembaga Swadaya Masyarakat yang rutin mengadvokasi hak-hak kaum LGBT di Indonesia, Rabu (4/7).
Hartoyo mengatakan bahwa pernyataan Khofifah sangat mengecewakan dan kontradiktif dengan perannya di Pusat Muslimat PBNU, juga di sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat.
“Kedua lembaga tersebut menerima dana dari donor asing yang salah satu kegiatannya adalah untuk pemberdayaan komunitas LBGT, jadi pernyataan Khofifah bertentangan dengan tujuan dari donor,,” ujarnya.
Menurut Hartoyo, semangat hukum syariah yang diinginkan Khofifah justru akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.
“Beliau beruntung bisa menjadi pemimpin dan berkarir di politik, kalau saja kita menerapkan hukum Islam konvensional, perempuan seperti dia tidak akan bisa memiliki karir seperti sekarang,” ujarnya.
Seperti dikethaui, beberapa hari lalu, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengritik Rancangan Undang-undang Kesetaraan dan Keadilan Gender yang menurutnya sudah kebablasan.
Dalam pasal 12 ayat pertama RUU tersebut dinyatakan bahwa setiap orang bebas memilih pasangan hidupnya. Namun, tidak ditulis secara jelas apakan pernikahan tersebut hanya berlaku bagi pasangan beda jenis atau juga berlaku bagi pasangan sesama jenis. Khofifah menilai pernyataan tersebut rancu dan harus diperjelas.
Khofifah mengatakan bahwa ajaran Islam sudah jelas mengharamkan hubungan sesama jenis, sehingga RUU ini harus ditolak.
Khofifah mengatakan bahwa kesetaraan gender hanya boleh berlaku untuk pelayanan sosial dan kesehatan dan bukan dalam hal pernikahan. Penulis: Dessy Sagita/ Ardi Mandiri