Siaran Pers: Sistem Heterosentris Marginalisasi LGBT


Siaran Pers Ourvoice

Sistem Heterosentris Meyebabkan Marginalisasi Kelompok Non Heteroseksual

Jakarta, 17 Februari 2012

Pembiusan dan pembunuhan berantai yang diduga dilakukan oleh Mujianto (MJ) alias Menthok alias Genthong (24) warga Desa Jatikapur, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, tentu tindakan yang tidak manusiawi. Dari keterangan MJ, tersangka telah meracuni 15 orang dan 4 orang tewas karena rasa cemburu hubungan sejenis (terlepas apakah gay ataupun biseksual).

Apa yang terjadi oleh MJ, kita seakan dipaksa untuk mengingat kembali kejadian pada tahun 2008 yang dilakukan oleh Verry Idham Henyansyah alias Ryan (34), yang membunuh 11 orang dan telah divonis hukuman mati. MJ dan Ryan yang kebetulan sama-sama penyuka sejenis, sebagian publik berpikir bahwa hubungan sejenis penuh dengan kekerasan. Berbagai pendapat “miring” di media “berseliweran” menanggapi atas kejadian tersebut. Dari mulai pandangan bahwa homoseksual sebagai penyimpangan, tidak normal, psikopat, sampai dengan pandangan gangguan kejiwaan.  Kementerian Kesehatan pada 1993, mengeluarkan Pedoman Penggolongan Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, menyatakan homoseksual bukan sebagai gangguan kejiwaan. Orientasi homoseksual, biseksual dan heteroseksual sebagai bagian dari keberagaman ataupun variasi seksualitas manusia.

Dr Roni Subagia Spkj, spesialis kejiwaan Polda Jatim, yang melakukan pemeriksaan pada tersangka menyatakan, tidak ditemukan gangguan kejiwaan berat. Hanya disorientasi seksual.  Kata disorentasi seksual tentu mengacu adanya “gangguan” terhadap orientasi seksualnya. Pertanyaannya, apakah tersangka melakukan pembunuhan karena “gangguan” orientasi seksual atau karena sebab lain? Tentu perlu dilakukan kajian mendalam soal itu.

Jika “dihadapkan” dengan kekerasan ataupun pembunuhan pada pasangan heteroseksual, apakah seorang psikolog ataupun masyarakat akan mengkaitkan tindakan kejahatan itu dengan “disorientasi seksual” pelaku? Apakah psikolog akan menyimpulkan karena pelaku heteroseksual, sehingga pembunuhan terjadi? Tentu orang akan menganggap “aneh” ketika ada psikolog mengatakan itu. Belum lagi kasus kekerasan dalam rumah tangga yang banyak terjadi di pasangan heteroseksual, apakah itu artinya ada masalah dengan orientasi seksual (baca heteroseksual) atau lembaga perkawinan?

Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan sekarang, mengapa ketika pasangan homoseksual melakukan tindakan yang berujung pembunuhan dan kekerasan, publik seperti diharuskan mengkaitkan orientasi seksual pelaku dan korban dengan tindakan kriminalnya? Tentu ada masalah dari cara pandang kita terkait homoseksual ataupun heteroseksual.

Menurut kami (baca Ourvoice), kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang ada banyak faktor penyebab. Tetapi harus dipertegas bahwa orientasi seksual tidak meyebabkan seseorang melakukan pembunuhan ataupun kekerasan pada pihak lain, jika sistemnya sudah adil dan setara.

Sistem sosial, politik, budaya dan pandangan yang homophobia (membenci homoseksual) dapat menjadi faktor penyebab seseorang melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri maupun pihak lain. Situasi itu yang kami sebut dengan “Sistem Heterosentris”, dimana menganggap heteroseksual adalah orientasi seksual yang benar dan sehat. Sementara di luar heteroseksual, semuanya dianggap salah, dosa, penyakit atau menyimpang.

Jika berangkat dari kasus MJ ataupun Ryan, sistem heterosentris secara sistematis mendoktrin setiap orang untuk mengikuti sebagai sebuah kebenaran tunggal. Padahal faktanya ada banyak penolakan atau ketidak-cocokan pada diri seseorang yang bukan heteroseksual. Saat itulah terjadi pergulatan identitas seksual diri sendiri dengan identitas seksual di luar diri, yang dianggap benar oleh publik dan negara.

Pergulatan diri seorang homoseksual, biseksual ataupun transgender/transeksual ada yang dapat diselesaikan dengan baik tetapi ada juga yang terus bermasalah dalam diri seseorang.  Seperti menjadi sosok yang rendah diri, pemarah, mudah tersinggung, tertutup bahkan pada titik ekstrim dapat melakukan tindakan kriminal.  Situasi ini sebenarnya juga bisa terjadi pada kelompok marginal yang dipinggirkan secara sistematis.

Ruang yang sempit untuk mendiskusikan persoalan orientasi seksual (homoseksual dan biseksual) secara terbuka semakin memperparah situasi. Selama ini jikapun terjadi diskusi tentang seksualitas, paradigma yang dibangun lebih menempatkan homoseksual sebagai orientasi seksual yang salah dan layak “disembuhkan”.  Prinsipnya tidak ada pilihan selain menjadi heteroseksual dan menikah. Situasi ini tentu tidak akan terjadi pada kalangan heteroseksual. Heteroseksual sudah dianggap sesuatu yang sudah final dan benar, sehingga tidak ada orang atau masyarakat yang mempersalahkan ketika seseorang menjadi heteroseksual.

Berdasarkan argumentasi ini, Ourvoice sebagai lembaga yang fokus untuk hak-hak kelompok homoseksual, biseksual dan transgender di Indonesia menyatakan :

  1. Mengutuk keras segala bentuk kekerasan, pelecehan seksual dan pembunuhan atas motif apapun dan kepada para korban ikut prihatin dan berbelasungkawa yang mendalam atas kejadian ini.
  2. Kepada penegak hukum dan penyidik untuk melihat kasus MJ secara lebih menyeluruh, misalnya dilihat dari aspek psikologis, sosial, ekonomi tersangka sebagai seorang homoseksual. Karena kemungkinan ada sistem heterosentris yang membuat tersangka sampai tega melakukan tindakan keji tersebut, baik disadari maupun tidak disadari oleh diri tersangka.
  3. Kepada psikolog dan media tidak lagi menggunakan “term” penyimpangan ataupun gangguan kejiwaan untuk meyebutkan orientasi seksual selain heteroseksual. Orientasi seksual sesuatu yang “normal”, baik itu heteroseksual, homoseksual maupun biseksual. Prinsipnya dalam relasi seksual harus setara, tanpa kekerasan dan tanpa eksploitasi.
  4. Pemerintah memberikan jaminan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan kepada setiap warga negara untuk bebas menentukan orientasi seksual dan identitas gender tanpa rasa takut dan kehilangan hak-hak dasar sebagai manusia.
  5. Pemerintah melalui lembaga pendidikan, tokoh agama dan masyarakat mengembangkan pendidikan keberagaman untuk membongkar sistem heterosentris, yang di dalamnya menyangkut penghormatan terhadap keberagaman orientasi seksual dan identitas gender sebagai bagian dari hak asasi manusia.

Demikianlah siaran pers dari kami, semoga dapat memberikan pandangan informasi secara benar tentang orientasi seksual dan identitas gender.

Jakarta, 17 Februari 2012

Salam

Hartoyo

Sekretaris Umum Ourvoice

Mobile : 085813437597 / 081376192516

www.ourvoice.or.id

Email : [email protected] / [email protected]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *